Beranda | Artikel
Kaidah Yang Berkaitan dengan Kaidah Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum
Rabu, 19 September 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Kaidah Yang Berkaitan dengan Kaidah Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz DR. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. dalam pembahasan Kitab Qawaa’idul Fiqhiyyah (Mukadimah Kaidah-Kaidah Praktis Memahami Fikih Islam) karya Ustadz Ahmad Sabiq Bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Kajian ini disampaikan pada 29 Dzul Hijjah 1439 H / 10 September 2018 M.

Status Program Kajian Kaidah Fikih

Status program kajian Kaidah Fikih: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Senin pagi, pukul 05:30 - 07:00 WIB.

Download kajian sebelumnya: Syarat-Syarat Agar Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum

Kajian Islam Ilmiah Tentang Kaidah Yang Berkaitan dengan Kaidah Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum – Kaidah Fikih

Pada kajian kali ini dijelaskan tentang kaidah-kaidah yang berkaitan sangat erat dengan kaidah yang menyebutkan bahwa adat kebiasaan masyarakat bisa dijadikan sebagai sandaran hukum. Diantara kaidah tersebut adalah kaidah yang berbunyi:

Praktek manusia dalam melakukan sesuatu bisa dijadikan sebagai pegangan yang harus dijalankan.

Sebenarnya kaidah ini berkaitan erat dengan kaidah “Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum.” Maka dari itu para ulama ketika menyebutkan kaidah ini, mereka menyebutkan contoh-contoh yang sama persis dengan contoh yang ada di “Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum.” Contoh yang mereka sebutkan adalah ketika seseorang meminta tolong kepada orang lain untuk menjualkan tanahnya. Kemudian setelah tanahnya terjual, orang tersebut meminta upah. Padahal ketika pemilik tanah meminta menjualkan, tidak ada syarat sama sekali diantara keduanya harus ada upah. Maka ketika orang yang menjualkan tanah tersebut meminta upah kepada pemilik tanah karena dia sudah berhasil menjualkan tanahnya. Pemilik tanah tidak berhak mengatakan bahwa mereka tidak ada akad sebelumnya. Hal ini karena praktek manusia dalam melakukan sesuatu bisa dijadikan pegangan yang harus dijalankan. Pun dengan kadar upahnya, ini juga dikembalikan kepada adat kebiasaan disana. Misalnya adat kebiasaan disana adalah 1% (satu persen) dari harga tanah, maka dia berhak mendapatkan haknya tersebut.

Contoh lain yang sering disebutkan oleh para ulama dibawah kaidah ini adalah orang yang bekerja di rumah orang lain. Misalnya tukang batu, tukang kayu ataupun  yang lainnya. Ketika seseorang diminta untuk bekerja dirumah orang lain, maka tidak usah ada pembicaraan tentang jam istirahat, jam untuk shalat, jam untuk makan. Karena kebiasaan manusia demikian. Orang yang bekerja harus punya jam istirahat, jam untuk shalat bila dia muslim dan jam untuk makan. Sehingga ketika pekerja tersebut sampai waktu dzuhur dan dia berhenti dari pekerjaannya kemudian dia shalat, dia makan, si tuan rumah tidak berhak mengatakan kepada pekerja tersebut “kenapa kamu istirahat? bukankah di akad tidak ada jam istirahat?” Karena ini merupakan kebiasaan manusia, sehingga hal tersebut harus masuk akad tersebut walaupun tidak disebutkan. Ini adalah salah satu kaidah yang berhubungan dengan kaidah “Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum.”

Adat bisa dijadikan sebagai standar apabila dia berlaku secara umum dan tidak berubah-ubah

Ini adalah batasan untuk kaidah yang umum. Karena kaidah yang umum megatakan bahwa adat  bisa dijadikan sebagai standar hukum. Namun ternyata ada adat-adat yang bisa dijadikan sebagai standar hukum. Diantaranya adalah adat yang tidak berlaku secara umum atau selalu berubah-ubah. Oleh karenanya ada kaidah ini sebagai pembatas. Sebagian contohnya telah kita sebutkan pada kajian-kajian yang telah lalu.

Misalnya kita jual beli. Di Indonesia biasa menggunakan mata uang rupiah. Tanpa menyebutkan mata uang rupiah, maka nominal yang ita sebutkan dalam akad, larinya kesana. Misalnya kita mengatakan seribu, tanpa menyebut nama mata uangnya pun, maka kata-kata itu harus dimaknai dengan rupiah. Karena hal itu sudah berlaku secara umum dan tidak berubah-ubah sama sekali. Berbeda ketika berada di suatu daerah. Misalnya daerah di perbatasan. Di perbatasan tersebut terkadang menggunakan ringgit dan yang lain terkadang menggunakan uang rupiah, maka adatnnya berubah-ubah terus. Dalam tempat yang seperti ini, kita tidak bisa menyebutkan nominalnya saja. Tetapi kita juga harus menyebutkan nominal mata uangnya juga.

Inilah beberapa contoh penerapan dari contoh ini.

Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Kaidah Yang Berkaitan dengan Kaidah Adat Kebiasaan Bisa Dijadikan Sandaran Hukum – Kaidah Fikih


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/44657-kaidah-yang-berkaitan-dengan-kaidah-adat-kebiasaan-bisa-dijadikan-sandaran-hukum/